IROPIN Peraturan PMK NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN OPTIKAL

PMK NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN OPTIKAL

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2016
TENTANG
PENYELENGGARAAN OPTIKAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari pelayanan optikal yang dapat merugikan atau
menganggu kesehatan, perlu dilakukan penataan kembali penyelenggaraan optikal di seluruh Indonesia;
b. bahwa saat ini Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1424/Menkes/SK/XI/2002 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Optikal dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi dan dinamika hukum dalam masyarakat;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penyelenggaraan Optikal;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2015 (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5679);
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2013 tentang Penyelengaraan Pekerjaan Refraksionis
Optisien dan Optometris (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 589);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Refraksi Optisi/Optometri
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 866);
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1508);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
PENYELENGGARAAN OPTIKAL.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Optikal adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan refraksi, pelayanan
optisi, dan/atau pelayanan lensa kontak.
2. Laboratorium dispensing adalah tempat yang khusus melakukan pemotongan dan pemasangan lensa pada
bingkai kacamata sesuai dengan ukuran yang ditentukan dalam resep kacamata.
3. Refraksionis optisien atau optometris adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan refraksi optisi atau
optometri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Surat Izin Praktik Refraksionis Optisien yang selanjutnya disingkat SIP-RO adalah bukti tertulis
yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Refraksionis Optisien sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik.

5. Surat Izin Praktik Optometris yang selanjutnya disingkat SIP-O adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Optometris sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik.

6. Standar Profesi Refraksionis Optisien atau Optometris yang selanjutnya disebut Standar Profesi
adalah batasan kemampuan minimal berupa pengetahuan, keterampilan, dan perilaku profesional yang harus dikuasai dan dimiliki oleh Refraksionis optisien atau optometris untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi bidang kesehatan.
7. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
8. Organisasi Profesi adalah wadah untuk berhimpunnya refraksionis optisien atau optometris.
9. Asosiasi Optikal adalah wadah untuk berhimpunnya pihak-pihak yang menyelenggarakan optikal.

BAB II
PENYELENGGARAAN
Pasal 2

(1) Setiap penyelenggaraan optikal wajib memperoleh izin dari pemerintah daerah kabupaten/kota setempat.
(2) Izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan setelah memenuhi persyaratan yang meliputi sarana dan prasarana, peralatan, dan ketenagaan.
(3) Ketentuan mengenai persyaratan sarana dan prasarana serta peralatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(4) Dikecualikan dari ketentuan pemenuhan persyaratan peralatan untuk pelayanan lensa kontak sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) bagi optikal yang tidak memberikan pelayanan lensa kontak.

Pasal 3

(1) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, penyelenggara optik mengajukan permohonan
kepada pemerintah daerah kabupaten/kota setempat dengan melampirkan:
a. fotokopy KTP pemohon;
b. fotokopi NPWP/SIUP/TDP perusahaan ataupemohon;
c. pernyataan kesediaan refraksionis optisien atau optometris untuk menjadi penanggung jawab pada optikal yang akan didirikan;
d. fotokopi STR Refraksionis Optisien atau Optometris;
e. fotokopi SIP atau surat keterangan SIP dalam proses penerbitan izin dari instansi yang berwenang menerbitkan SIP;
f. daftar sarana dan peralatan yang akan digunakan;
g. fotokopi perjanjian kerja sama dengan laboratorium dispensing bagi optikal yang tidak memiliki laboratorium;
h. rekomendasi dari asosiasi optikal setempat;
i. rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat atau pejabat yang ditunjuk; dan
j. persyaratan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperbaharui selama memenuhi persyaratan.

Pasal 4
Dalam rangka pemberian rekomendasi untuk penerbitan
izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf i,
Dinas kesehatan kabupaten/kota setempat melakukan
visitasi untuk menilai pemenuhan persyaratan sarana,
prasarana, peralatan, dan ketenagaan.
Pasal 5
(1) Setiap optikal harus mempunyai laboratorium
dispensing.
(2) Laboratorium dispensing sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat berada di optikal atau bekerja sama
dengan laboratorium dispensing yang berada di optikal
lain.
(3) Laboratorium dispensing sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memenuhi persyaratan paling sedikit
memiliki:
a. 1 (satu) buah tang pemotong lensa;
b. lembaran patron (pattern sheet) pembuat mal
bingkai secukupnya;
c. 1 (satu) unit alat sentrasi penggenggam lensa
(lens blocker);
-6-
d. (satu) buah mesin faset lensa;
e. 1 (satu) set peralatan (obeng dan tang) untuk
memasang lensa, menyetel dan mereparasi
bingkai kacamata;
f. 1 (satu) buah alat pemanas bingkai kacamata;
g. 1 (satu) unit lensometer; dan
h. 1 (satu) buah lemari penyimpan peralatan dan
stok lensa.
(4) Izin laboratorium dispensing yang bangunannya
menjadi satu dengan optikal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) melekat pada perizinan optikal.
Pasal 6
(1) Setiap penyelenggara optikal dapat mengajukan
perpanjangan atau perubahan izin optikal.
(2) Perpanjangan izin optikal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan apabila izin optikal telah habis
masa berlakunya.
(3) Permohonan perpanjangan izin optikal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diajukan paling lambat 3 (tiga)
bulan sebelum habis masa berlakunya.
(4) Pengajuan permohonan perpanjangan izin dilakukan
dengan melampirkan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
Pasal 7
(1) Perubahan izin optikal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan apabila terjadi perubahan:
a. alamat optikal;
b. kepemilikan;
c. refraksionis optisien atau optometris penanggung
jawab; dan/atau
d. nama optikal.
(2) Permohonan perubahan izin optikal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan
melampirkan:
a. izin optikal yang lama;
-7-
b. surat keterangan pindah alamat, perubahan
kepemilikan, perubahan refraksionis optisien atau
optometris penanggung jawab, dan/atau
perubahan nama optikal;
c. rekomendasi dari asosiasi optikal setempat; dan
d. rekomendasi dari kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota setempat atau pejabat yang
ditunjuk.
(3) Optikal yang sedang dalam proses perubahan izin
tetap dapat menyelenggarakan kegiatan pelayanan
refraksi, pelayanan optisi, dan/atau pelayanan lensa
kontak.
Pasal 8
Setiap kaca mata korektif, lensa korektif, lensa kontak, dan
cairan pembersih lensa kontak yang dijual di optikal harus
memiliki izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 9
(1) Penyelenggara optikal dilarang:
a. mempekerjakan refraksionis optisien atau
optometris yang tidak memiliki SIP-RO atau SIPO;

b. menggunakan optikal untuk kegiatan usaha
lainnya yang tidak berkaitan dengan pelayanan
refraksi, pelayanan optisi, dan/atau pelayanan
lensa kontak; atau
c. mengiklankan harga/diskon kacamata koreksi,
lensa koreksi, lensa kontak, dan cairan pembersih
lensa kontak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), penyelenggara optikal juga dilarang untuk menjual
kaca mata korektif, lensa korektif, lensa kontak, dan
cairan pembersih lensa kontak yang tidak sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
-8-
BAB III
KETENAGAAN
Pasal 10
(1) Setiap optikal harus memiliki seorang Refraksionis
Optisien atau Optometris sebagai penanggung jawab.
(2) Refraksionis Optisien atau Optometris dapat menjadi
penanggung jawab paling banyak untuk 2 (dua)
optikal.
(3) Refraksionis Optisien atau Optometris penanggung
jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) harus pendidikan paling rendah Diploma Tiga.
(4) Dalam hal Refraksionis Optisien atau Optometris
penanggung jawab meninggal dunia, berhenti atau
diberhentikan, penyelenggara optikal harus segera
mengajukan penanggung jawab pengganti kepada
pemerintah daerah.
(5) Dalam menjalankan pekerjaan keprofesiannya,
Refraksionis Optisien atau Optometris penanggung
jawab dapat dibantu oleh Refraksionis Optisien atau
Optometris lain sebagai pemberi pelayanan kesehatan.
(6) Dalam menjalankan pekerjaan keprofesiannya,
Refraksionis Optisien atau Optometris sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) harus sesuai dengan standar
profesi, standar operasional prosedur, dan standar
pelayanan.
Pasal 11
(1) Penyelenggara optikal wajib mencantumkan nama,
nomor surat tanda registrasi, dan nomor SIP
Refraksionis Optisien atau Optometris pada papan
nama.
(2) Papan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dipasang di tempat yang mudah dilihat oleh
masyarakat.
-9-
(3) Contoh papan nama sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 12
(1) Menteri, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri
ini.
(2) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
melibatkan organisasi profesi, asosiasi optikal, dan
instansi terkait lainnya.
(3) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Menteri, pemerintah daerah
provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota
sesuai tugas dan kewenangannya dapat memberikan
sanksi administasi atas pelanggaran Peraturan
Menteri ini berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. penghentian kegiatan sementara optikal;
dan/atau
d. pencabutan izin penyelenggaraan optikal.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 13
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Optikal yang telah memiliki izin berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1424/Menkes/SK/XI/2002 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Optikal dinyatakan tetap memiliki
-10-
izin berdasarkan Peraturan Menteri ini sampai habis
masa berlakunya izin.
b. Refraksionis Optisien yang keahlian/kompetensinya
didapat berdasarkan penataran yang dibuktikan
dengan sertifikat penataran dari Kementerian
Kesehatan pada tahun 1980-1981 dan telah
menyelenggarakan atau menjalankan praktik
pelayanan refraksi, pelayanan optisi, dan/atau
pelayanan lensa kontak dan/atau sebagai penanggung
jawab optikal tetap dapat menyelenggarakan atau
menjalankan praktik pelayanan refraksi, pelayanan
optisi, dan/atau pelayanan lensa kontak dan/atau
sebagai penanggung jawab optikal paling lama sampai
dengan tanggal 17 Oktober 2020.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 14
Dengan diundangkannya Peraturan Menteri ini, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1424/Menkes/SK/XI/2002
tentang Pedoman Penyelenggaraan Optikal dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 15
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
-11-
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 13 Januari 2016
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
NILA FARID MOELOEK
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 2 Februari 2016
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIDODO EKATHAHJAYANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 152
-12-
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR 1 TAHUN 2016
TENTANG
PENYELENGGARAAN OPTIKAL
PERSYARATAN
SARANA DAN PRASARANA SERTA PERALATAN OPTIKAL
I. Sarana Dan Prasarana Serta Peralatan
A. Sarana:
ruang tunggu/ruang pamer
ruang pelayanan refraksi optisi minimal 1 x 3 m2
ruang pelayanan lensa kontak minimal 1 x 2 m2
Ruang pelayanan refraksi, optisi dan display/pamer minimal 4 m2
B. Prasarana:
1) Penerangan ruang pemeriksaan refraksi
a. Penyinaran luar : 480 – 600 lux
b. Penyinaran dalam : 120 cd/m2
c. Kontras : > 84 %
2) Meja untuk menempatkan trial lens set, trial frame dan
lensmeter
3) Kursi untuk pasien dan pemeriksa
4) Kartu kerja/rekam medik/kartu status refraksi
5) Bak pencuci tangan, handuk/tissue
C. Peralatan :
1) Peralatan pelayanan refraksi meliputi :
a. Kartu snellen/optotip yang dilengkapi dengan astigmat
dials
b. Kartu baca
c. Trial lens set dan trial frame
d. Red green test
e. Worth four dots test
f. Penggaris PD
g. Kaca pembesar/loupe
h. Pen light/lampu senter
-13-
i. Buku tes buta warna
j. Lensmeter
k. retinoskop
l. silinder silang
2) Peralatan pelayanan optisi meliputi :
a. gunting
b. cermin
c. seperangkat tang fitting
d. seperangkat obeng
e. center thickness/thickness gauge
f. caliper
g. spherometer
h. heather/pemanas
i. pembersih lensa kacamata
3) Peralatan pelayanan lensa kontak meliputi:
a. Keratometer (lensa uji coba);
b. lensa kontak lunak uji coba;
c. mangkok pencuci lensa kontak;
d. cermin cembung dan datar;
e. perangkat tes fungsi air mata;
f. Cairan pembersih lensa kontak;
g. Cairan tetes lensa kontak;
h. Lens case/tempat lensa kontak; dan
i. Lemari untuk penyimpan lensa kontak dan cairan
-14-
II. PAPAN NAMA
* apabila terdapat lebih dari 1 (satu) Refraksionis Optisien atau
Optometris
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
NILA FARID MOELOEK

1 thought on “PMK NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN OPTIKAL”

Leave a Reply